Fenomena Marak Turis Jadi PSK di Bali Disorot Media Asing

Kaltim, PaFI Indonesia — Tak sekadar berlibur, ternyata banyak turis asing yang menawarkan layanan seksual selama di Bali. Kegiatan bernuansa prostitusi merupakan tindakan ilegal di Bali juga Indonesia.
Turis asing memang dilihat sebagai sumber pemasukan sektor pariwisata Bali. Namun, Badan imigrasi Bali juga menemukan turis asing berkunjung ke Pulau Dewata tak hanya liburan tapi juga menjual layanan seksual.

Samuel Toba, Kepala Imigrasi Bali, menuturkan beberapa warga asing menyamar sebagai pelancong dan menggunakan tempat hiburan atau pijat sebagai kedok dari layanan pekerjaan seks yang mereka lakukan.

Aksi dari turis asing itu jelas melanggar ketentuan perjalanan ke luar negeri, selain juga melanggar hukum di Indonesia.

“Mereka bermaksud datang ke sini [Bali] untuk berlibur. Ternyata, begitu mereka sampai di sini, mereka melihat peluang [untuk terlibat dalam prostitusi],” kata Samuel dalam jumpa pers seperti dilaporkan SCMP, seperti dilansir VN Express.

Tidak mudah menyaring mana pelancong yang murni berwisata ke Bali atau berniat untuk ‘menjual diri’. Samuel menuturkan motif baru terungkap ketika petugas melakukan penyelidikan .

Tim penegak hukum dikerahkan mencegah warga asing menyediakan layanan seksual di Bali. Pemantauan dilakukan petugas keamanan di lokasi-lokasi hiburan. Upaya ini pun turut melibatkan semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat Bali.

Samuel menyebut warga setempat juga harus menyampaikan informasi kepada pihak berwenang tentang pelancong yang tidak tunduk terhadap aturan imigrasi.

Bulan lalu, pasangan suami-istri warga Australia pengelola tempat spa ilegal di Bali ditangkap. Polisi menyita kondom dan minyak pikat dari spa yang terletak di kawasan Kuta tersebut.

Sementara itu, seorang wisatawan asal Rusia dideportasi pada September lalu karena diduga menyalahgunakan izin tinggal dan menawarkan layanan seks dari sebuah vila di kawasan Seminyak.

AGA dalam pemeriksaan mengakui telah menjadi PSK demi memenuhi biaya hidupnya di Bali. AGA juga mengakui menerima bayaran sebesar Rp 7,8 juta untuk sekali pertemuan dengan pelanggan.

Komunikasi terkait pertemuan tersebut dilakukan melalui WhatsApp (WA) dengan pria dari Singapura.
Namun, AGA tidak mengenal pria tersebut secara langsung.

Imigrasi Ngurah Rai menyatakan AGA telah melanggar Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Namun, karena pendeportasian belum dapat segera dilakukan, AGA diserahkan ke Rudenim Denpasar pada 19 November 2024 untuk proses pendeportasian. AGA akhirnya dideportasi pada 28 November 2024.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan tindakan ini merupakan bagian dari upaya rutin imigrasi untuk melindungi masyarakat dan menjaga ketertiban umum.

“Kami berkomitmen untuk menjaga Bali tetap aman dan tertib. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran hukum keimigrasian,” ujar Pramella.